Sunday 3 May 2015

Rimpi PIsang

Nama    : Rusdianor Rahmatillah
NIM      : 3101 1102 1920
Nama    : Stanlie Angello bong
NIM      : 3101 1102 1793
 Judul    : RIMPI PISANG 


     Rimpi pisang adalah makanan Orang Kalimantan selatan, terkhususnya makanan khas Orang Binuang. Rasanya sangat manis dan lezat,  memang kandungan gizinya tidak seberapa, bahkan hampir tidak ada, tapi Rimpi Pisang adalah makanan yang alami dan tidak menganggu kesehatan, tidak seperti halnya makanan-makanan instan yang dijual dipasaran yang mengandung berbagai zat kimia dan bahan pengawet yang dapat menganggu kesehatan. Rimpi Pisang sangat pas disajikan saat santai bersama teman atau keluarga.

Cara Membuat Rimpi Pisang
1.    Sediakan buah pisang secukupnya.
2.    Kupas buah pisang tersebut.
3.    Taruh pisang yang sudah dikupas ke alasnya, tirai bambu.
4.    Dibawah tempat penjemuran Rimpi Pisang ditaruh api sebagai pengasapan menghindari  
       kemungkinan serangga – serangga yang hingap.
5.   Sesudah jemuran Rimpi Pisang kering, angkat lalu simpan ditempat yang kering dan tertutup 
       rapat, Simpan dalam toples.
6.     Rimpi Pisang siap disajikan. Rimpi pisang dapat bertahan kurang lebih 2-3 bulan.
 
       Seperti yang kita ketahui, hampir setiap daerah di Kalimantan Selatan ini mempunyai makanan yang khas. Sebut saja apam dari Barabai, dodol dan ketupat dari Kandangan, rimpi dari Rantau, kelelepon dari Martapura, sate itik dari Gambut dan lain sebagainya. Semua makanan tersebut di kenal seantero Kalimantan Selatan dan setiap makanan tersebut dijadikan oleh-oleh khas dari hulu sungai, kecuali rimpi. Makanan ini mulai terlupakan dari kancah persaingan makanan khas di daerah Kalimantan Selatan. Sangat aneh memang, makanan ini menjadi suatu makanan khas yang dilupakan. Banyak yang tidak pernah melihat dan mencicipi makanan ini. Bahkan, ada sebagian orang yang tidak tahu apa itu rimpi, bagaimana bentuk dan rasanya.
     Makanan yang terbuat dari pisang ini menjadi makanan khas kota rantau. Proses daripada pembuatan makanan rimpi ini sederhana. Dan pembuatannya dilakukan secara manual, tanpa menggunakan mesin. Orang-orang yang membuatnya kebanyakan berada di desa-desa dan daerah terpencil. Sehingga tingkat produktivitasnya kecil dan penjualannya ke luar daerah menjadi sulit, karena tergantung pada kercakapan dari pembuat itu sendiri, ataupun distributor yang agak sulit ditemukan.

      Berbagai kesulitan banyak dihadapi oleh para pembuatnya, baik itu dari segi bahan utamanya, buah pisang, yang kebanyakan agak susah dicari, juga kayu bakar yang diperlukan cukup banyak untuk melakukan pengasapan. Buah pisang yang dibutuhkan sepertinya susah untuk didapatkan pembuatnya. Walaupun di daerah Tapin banyak terhampar pohon-pohon pisang, dan tingkat pemasaran pisang tersebut sangat murah, tapi para pembuatnya seperti kesulitan dalam mendapatkannya. Kemungkinan dengan harga yang murah tersebut, para pemilik kebun pisang sepertinya koler (malas) untuk memanen pisang mereka dan menjualnya, sehingga membiarkannya rusak dan layu dipohon.

     Pisang-pisang yang sudah didapat dipisahkan antara yang masak dan yang mentah, karena yang mentah akan diberi karbit supaya masaknya rata. Ada dua cara pembuatan rimpi ini, yang pertama dengan cara dijemur sampai kering di bawah terik matahari dan yang kedua dengan cara diasap di atas bara api kurang lebih sehari penuh. Cara yang pertama jarang dilakukan karena bergantung pada panasnya matahari dan tidak efektif jika mendung atau hujan, sehingga produsen cenderung memilih cara yang kedua, yaitu di asap di atas bara api sehari penuh.
     Tingkat pemasaran yang cenderung hanya di daerah pembuatannya juga menjadikan makanan khas ini tidak begitu terkenal. Para pembuatnya kadang-kadang hanya menjual kepada orang yang memesannya. Padahal, jika efektivitas penjualan seperti dibungkus dan diberi label untuk dipasarkan ditoko, makanan ini juga bisa bersaing. Disamping rasanya yang manis walaupun tanpa menggunakan gula atau pemanis buatan, juga harganya yang terjangkau bagi para konsumen.

      Dalam pengenalannya, makanan ini kebanyakannya hanya terkenal lewat mulut ke mulut saja. Tanpa pernah melihat atau bahkan mencicipinya. Lain halnya dengan makanan khas lain yang sudah dikenal masyarakat dan merajai pasaran. Bahkan sudah mempunyai trade mark tersendiri dalam pembuatannya, dengan memiliki rasa yang berbeda dari yang lain untuk makanan sejenisnya. Bukankah hal tersebut juga bisa dilakukan terhadap makanan ini sehingga menjadi terkenal seandainya pembuatan dan pengenalannya juga dilakukan seperti makanan lain. Baik itu pembuatan trade mark-nya, maupun tingkat penjualannya ke daerah-daerah lain, sehingga mampu bersaing dengan makanan khas lain. Bukankah itu sesuatu hal yang mungkin dilakukan, jika seandainya di coba.
 

0 comments:

Post a Comment